BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
- PRODUCT LIABILITY
Product liability adalah
suatu tanggung jawab secara hukum dari orang/badan yang menghasilkan suatu
produk(producer, manufacture), dari orang/badan yang bergerak dalam
suatu proses untuk menghasilkan suatu produk atau mendistribusikan produk
tersebut.[1]
Ada pula defiini lain
tentang product liability, yaitu
“suatu konsepsi hukum yang intinya dimaksudkan untuk memberikan perlindungan
terhadap konsumen,yaitu dengan jalan membebaskan konsumen dari beban
membuktikan bahwa kerugian konsumen timbul akibat kesalahan dalam proses
produksi dan sekaligus melahirkan tanggung jawab produsen untuk memberikan
ganti rugi.Hal ini juga bisa dikatakan sebagai tanggung jawab mutlak produsen,
dengan di terapkanya tanggung jawab mutlak itu,produsen telah dianggap bersalah
atas terjadinya kerugian atas konsumen akibat produk cacat bersngkutan.
Tanggung jawab produk ini
termasuk doktrin hukum yang masih baru. Perkembangannya pesat kegiatan dunia
usaha berkat ilmu pengetahuan dan teknologi baru,tampaknya mendorong
perkembangan hukum ini. Untuk melindungi konsumen yang awam. Bagaimana konsumen
awam dapat mengetahui dari bahan-bahan apa produk itu dibuat, bagaimana proses
pembuatan atau pendistribusian dan seterusnya. Kondisi hukum demikian,diimbangi
dengan dikembangkannya bentuk tanggung jawab tersebut, yaitu tanggung jawab
produk(cacat)[2]
- SEJARAH KONSEP PRODUCT LIABILITY
.
Istilah product liability
baru dikenal pertama kali di Amerika serikat dalam dunia perasuransian
sehubungan dengan di mulainya produksi bahan makanan secara besar-besaran.Baik
kalagan produsen maupun penjual mengasuransikan barang-barangnya terhadap
kemukinan adanya resiko akibat produk-produk yang cacat atau menimbulkan
kerugian terhadap para konsumen. Namun demikian, sebenarnya bagi seorang
pembeli yang tertipu atau korban dari ketidak jujuran dari penjual,hukum sudah
sejak lama menyediakan cara penyelesaiannya yaitu hak untuk menuntut
berdasarkan adanya suatu jaminan(Warranty), tuntutan terhadap suatu
jaminan(Warranty) telah diakui dalam pertanggung jawaban perdata.
Perkembangan dari hukum
tantang product liability ini juga ditandai dengan perkembangan penting
lainya di abad ke-19 terebut yaitu dengan diakuinya impelied warranties yang
mempunyai ketentuan sama dengan expres warranties. Pembebanan tanggung
jawab terhadap pihak supplier atau produsen didasarkan atas adanya
kontrak,sehingga ruang lingkupnya terbatas[3] ,
keadaan yang tidak memuaskan ini kemudian sedikit tertolong dengan diterapkanya
prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan (based on negligenclfault
liability principle) dalam hukum tentang product liability tersebut.
Sejak itu setiap supplier dari barang bertanggung jawab terhadap setiap
orang yang menderita kerugian akibat barang yang cacat jika dapat dibuktikan
bahwa si supplier bersalah. Namun kemudian ternyata penerapan prinsip
ini tidak lebih baik dari prinsip tanggung jawab berdasarkan implied
warranty sebab adanya keharusan membuktikan kesalahan dari supplier
atau manufacturer yang tidak mudah dilakukan.
Untuk mengatasi keadaan ini
pada tanggal 2 oktober 1973 pihak konsumen yang dirugikan diperrmuda bagi pihak
yang menderita kerugian.ini alah hasil dari Convention on the law
Applicable to Product Liability. [4]
- PENERAPAN KONSEP PRODUCT LIABILITY
Penerapan konsep product liability ternyata tidak mudah. Sebab, dalam sistem
pertanggung jawaban secara konvensional,tanggung gugat didasarkan adanya
wanprestasi (default) dan perbuatan melawan hukum (fault).[5]
Berdasarkan KUHper pasal 1365,konsumen yang menderita kerugian akibat produk
barang/jasa yang cacat bisa menuntut pihak produsen (pelaku usaha) secara langsung. Tuntutan
tersebut didasarkan pada kondisi telah terjadi perbuatan melawan hokum. Atau
dengan kata lain,konsumen harus membuktikan terlebih dahulu keslahan yang
dilakukan oleh pelaku usaha.
Pembebana pembuktian
kesalahan pelaku kepada konsumen penggugat, sebagaimana diwajibkan pada
pertanggung jawaban karena kesalahan(liability
based of fault) terasa tak mungkin terpikul; atau kalaupaun terpikul
mungkin tidak efisien dalam pelaksanaanya karena tidak seimbang antara
beban-beban biaya pembuktian dibandingkan hasil yang akan diperoleh. Kondisi
hukum demikian, ingin diimbangi denagn dikembangkannya bentuk tanggu jawab baru
tersebut, yaitu tanggu jawab produk (cacat).pada umumnya disepakati ,tujuan
peraturan perundang-undangan tentang tanggung jawab produk adalah untuk:
Ø Menekankan tingakan
kecelakaan karena produk cacat
Ø Menyediakan sarana ganti rugi bagi (korban) produk cacat yang
tak dapat dihindari
Dengan rumusan yang agak
berbeda,para sarjana hukum lain berpendapat sistem baru tanggung jawab produk
berikut beban pembuktiannya,di samping bermaksud meningkatkan perlindungan pada
kepentingan konsumen, juga berfungsi mendorong pelaksaan tingkat keamanan
produk atau untuk menekankan tingkat kecelakaan karena produk cacat.
- TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA DALAM UUPK
Dalam UUPK Bab VI pasal 19
sampai dengan pasal 28 UUPK, mengatur mengenai tanggung jawab perdata dari
pelaku usaha terhadap konsumenya. Menurut pasal 19 UUPK ,tanggu jawab pelaku
usaha ialah memberikan ganti rugi kepada konsumen sebagai akibat
keusakan,pencemaran,dan/atau mengonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan atau
di perdagangkan oleh pelaku usaha yang bersangkutan. Ganti rugi tersebut tidak
selalu berupa pembayaran sejumlah uang , tetapi dapat pula berupa penggantian
barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya,atau berupa perawatan
kesehatan dan /atau pemberian santunan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.Pemberian ganti rugi dilalaksnakan dalam
tenggang waktu tujuh hari setalah tanggal transaksi.[6]
Pemberian ganti rugi tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan tindak pidana
berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
Pelaku usaha atau perodusen
yang diharuskan bertanggung jawab atas hasil usahanya adalah pelaku usaha yang
melakukan kegiatan-kegiatan berikut ini:
Ø Menghasilakn produk akhir,termasuk
memproduksi bahan mentah atau komponen
Ø Mencamtumkan
nama,merek, atau tanda lain pada produk dengan tidak menunjukan pihaknya
sebagai produsen.
Ø Mengimpor produk ke
wilayah Republik Indonesia.
Ø Menyalurkan barang yang
tidak jelas identitas produsennya, baik produk dalam negeri maupun importirnya
yang tidak jelas iedentitasnya.
Ø Menjual jasa seperti
mengembangkan perumahan atuau membangun apartemen
Ø Menjual jasa dengan
menyewakan alat transportasi atau alat berat.
BAB III
PEMBAHASAN
v KESIMPULAN
a) Product liability adalah suatu tanggung jawab secara
hukum dari orang/badan yang menghasilkan suatu produk(producer, manufacture),
dari orang/badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu
produk atau mendistribusikan produk tersebut.
b) Perkembangan dari hukum tantang product liability ini
juga ditandai dengan perkembangan penting lainya di abad ke-19 terebut yaitu
dengan diakuinya impelied warranties yang mempunyai ketentuan sama
dengan expres warranties.
c) sistem baru tanggung jawab produk berikut beban pembuktiannya,di
samping bermaksud meningkatkan perlindungan pada kepentingan konsumen, juga
berfungsi mendorong pelaksaan tingkat keamanan produk atau untuk menekankan
tingkat kecelakaan karena produk cacat.
d) Dalam UUPK Bab VI pasal 19 sampai dengan pasal 28 UUPK, mengatur
mengenai tanggung jawab perdata dari pelaku usaha terhadap konsumenya. Menurut
pasal 19 UUPK ,tanggu jawab pelaku usaha ialah memberikan ganti rugi kepada
konsumen sebagai akibat keusakan,pencemaran,dan/atau mengonsumsi barang atau
jasa yang dihasilkan atau di perdagangkan oleh pelaku usaha yang bersangkutan.
Ganti rugi tersebut tidak selalu berupa pembayaran sejumlah uang , tetapi dapat
pula berupa penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara
nilainya,atau berupa perawatan kesehatan dan /atau pemberian santunan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
[1] Happy susanto,Hak-hak
konsumen jika dirugikan,,Transmedia pustaka,jaksel 2008,hal 37
[2] Az .
Nasution,SH,konsusumen,pustaka sinar harahapan,jakarta ,1995,Hal 174
[3] Prof.Dr.H.E
Saefullah,SH,LL,.M, CV. Mandar maju, bandung,2000,Hal 48
[4] Prof.Dr.H.E
Saefullah,SH,LL,.M, CV. Mandar maju, bandung,2000,Hal 51
[5] Happy susanto,
Hak-hak konsumen jika dirugikan, Trasmedia pustaka, jaksel,2008. Hal 39
[6] Dr.Susanti Adi
Nugroho, SH, MH, proses penyelesaian sengketa konsumen ditinjau dari hkum acara
serta kendala implementasinya, Kencana, Jakarta, 2008,Hal 164
No comments:
Post a Comment